Selasa, 25 Agustus 2015

Kanis

Kanis tak memahami mengapa begitu sulit melupakan masa lalu. Semakin ia berusaha untuk melupakannya semakin perih rasa di hatinya. Air matanya bahkan terus menerus tumpah seakan tiada akhir. Ingin sekali ia berteriak sekencang-kencangnya, namun hanya suara hatinya yang memberontak sementara tak ada suara apapun yang mampu keluar dari pita suaranya.

"Kamu nggak akan bisa ngelupain aku, Kanis. Aku jamin itu karena aku adalah masa lalumu, masa kinimu dan masa depanmu!" Suara Liam yang menjatuhkan vonis kepadanya terngiang-ngiang di telinganya. tanpa suara tapi terus bersemilir layaknya angin sepoi yang tenang namun tajam menusuk. Kenapa laki-laki itu tak mau pergi darinya. berapa jauhnya dia berusaha lari darinya, laki-laki itu tetap akan menemukannya. kemana lagi dia harus sembunyi?

"Kanis, ya ampun. kamu kenapa?!" Naya menemukannya akhirnya. tapi terlambat untuk menyembunyikan air mata yang sudah berhasil membuat matanya bengkak dan sembab. Tanpa berusaha menutupinya lagi, Kanis memeluk Naya dengan erat. air matanya kembali tumpah. Kali ini ia tumpahkan sekalian sejadi-jadinya. Naya urung mengajukan pertanyaan melihat kondisi sahabatnya yang nampak rapuh. Dengan lembut, ia usap punggung Kanis sambil menepuknya perlahan. Berharap usahanya itu mampu menenangkan guncahan hati yang dirasakan Kanis.

"keluarkan semuanya, Kanis. Biar lega. Aku di sini, jangan khawatir. Setelah tenang baru kamu cerita." kata Naya menenangkan. Kanis mempererat pelukannya bersamaan dengan air matanya yang semakin menjadi. seperti kata Naya, keluarkan semuanya. Maka ia berusaha mengeluarkan segala perih di hatinya lewat air matanya. Tanpa kata-kata. hanya tangisan yang terdengar pilu di telinganya sendiri. Bukan saatnya untuk mengasihi diri sendiri. Kanis merasa beban itu harus benar-benar ia keluarkan dari tubuhnya, dari jiwanya yang seakan terjebak masa lalu. Naya menemaninya dengan sabar tanpa mengajukan pertanyaan. Hanya pelukan tanda pengertian. Kanis bersyukur Naya datang. Kanis beruntung ada Naya di saat yang ia butuhkan. Entah sudah berapa detik yang berganti menit dan jam yang ia lewati bersama tangisannya. Saat beban itu perlahan keluar dari tubuhnya, ia merasa lelah. tenaga dan batinnya terkuras dan tanpa sadar matanya terpejam dalam pangkuan Naya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar